Studi yang dilakukan Massachusetts Institute of Technology (MIT) Sloan Management Review bekerja sama dengan Deloitte terhadap 4.300 eksekutif global menemukan bahwa 68% responden membutuhkan kepemimpinan baru untuk mampu bersaing dan berhasil di era digital. Sayangnya, lebih dari setengah responden mengatakan mereka tidak memiliki digital leader yang kuat pada saat survei dilakukan.
Teknologi digital telah mengubah lingkungan persaingan organisasi. Para pemimpin dituntut mengembangkan keterampilan baru untuk memandu organisasi mereka mengarungi masa depan yang tidak pasti. Pada akhirnya, digital leadership adalah tipe kepemimpinan masa depan yang paling dibutuhkan perusahaan.
Menurut perusahaan riset IT global Gartner, kepemimpinan digital yang sukses memiliki tujuh karakteristik paling menonjol.
1. Punya kecenderungan neofilia
Neofilia adalah orang yang secara alami tertarik pada hal-hal baru. Seorang digital leader suka mengeksplorasi situasi baru, bersikap terbuka terhadap peluang baru, dan selalu haus akan ide-ide baru.
Sifat neofilia dibutuhkan karena pemimpin organisasi akan terus menghadapi lingkungan, teknologi, dan cara kerja yang berubah cepat. Pemimpin yang selalu mengharapkan kebaruan akan mudah untuk membawa organisasi berkembang dibanding pemimpin yang konservatif.
2. Menciptakan dan meniru
Digital leader memilih di area mana mereka harus menciptakan dan di area mana meniru yang lainnya. Mereka akan selektif berinovasi hanya pada hal-hal yang membuat daya saing mereka lebih unggul dari kompetitor. Namun, dalam hal yang tidak meningkatkan keunggulan, mereka lebih memilih meniru apa yang sudah ada.
3. Fokus pada pelanggan, mengabaikan batasan industri
Para pemimpin digital yang sukses, seperti Amazon, Google, dan Facebook tidak peduli dengan batasan industri tempat mereka memimpin. Sebaliknya, mereka sangat peduli dengan pelanggan lebih dari segalanya. Pelanggan adalah pusat dari aktivitas bisnis mereka.
Digital leader tidak fokus pada apa yang ada, seperti layanan bisnis yang umum ditawarkan. Justru inovasi muncul dari apa-apa yang tidak ada atau dari celah yang mungkin menjadi kebutuhan baru pelanggan mereka. Di sinilah mereka menaruh perhatian lebih.
4. Menghargai inovasi lebih dari sekadar kreativitas
Kreativitas merupakan sesuatu yang penting, tetapi itu hanyalah salah satu dari banyak hal yang dibutuhkan digital leader untuk memperkenalkan hal baru ke pasar. Kreativitas menghasilkan ide, tetapi pemimpin juga membutuhkan orang-orang yang berani berinovasi mewujudkan ide tersebut menjadi sesuatu yang dapat dijual ke pelanggan, di antaranya melalui kolaborasi beragam keahlian tim.
5. Membangun tim berdasarkan AQ
Pemimpin tradisional fokus pada kecerdasan intelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ). Tetapi, kepemimpinan digital lebih cenderung membangun tim berdasarkan kecerdasan adversitas (AQ) yang mengukur tingkat kecerdasan dan ketahanan seseorang terhadap masalah, kesulitan, dan tekanan.
Transformasi akan selalu menghadirkan perubahan dan tantangan. Itu sebabnya, daya tahan merupakan kemampuan yang paling dibutuhkan untuk menghadapi ketidakpastian, termasuk ketika semuanya tidak berjalan sesuai rencana. Tim dengan AQ tinggi lebih mampu diandalkan dalam situasi yang sulit sekalipun.
6. Menganggap transformasi digital sebagai alat, bukan tujuan
Bagi digital leader, digitalisasi bukanlah tujuan, melainkan hanya alat untuk mencapai tujuan organisasi. Menjadikan bisnis “digital” bukanlah akhir, sebab itu hanya merupakan bagian dari transformasi untuk membuat organisasi lebih efisien, lebih unggul, lebih menghasilkan, dan lebih cepat mencapai visi.
7. Melek teknologi
Para pemimpin digital perlu tahu tentang teknologi untuk mengoptimalkan peluang bisnis dan potensi pasar. Sangat penting bagi mereka untuk memahami apa yang dapat ditawarkan oleh teknologi digital semacam kecerdasan buatan (AI) dan lainnya dalam meningkatkan keunggulan bisnis. Lebih dari itu, digital leader juga harus tahu tech talent dengan jenis keterampilan apa yang harus ada di sekelilingnya.